© Gmalaysiansmustknowthetruth.blogspot.com
Sebuah kawasan perairan di Malaysia dipenuhi oleh manusia-manusia yang tak memiliki kewarganegaraan. Ribuan dari mereka disebut adalah mereka yang berasal dari suku etnik tertentu, namun tak sedikit yang malah tak paham asal usul mereka sendiri.
Kawasan tersebut berada sekitar 10 km dari lepas pantai Sandakan. Ada yang menyebut bahwa segelintir dari mereka merupakan warga negara Malaysia. Namun mayoritas dari mereka adalah 'stateless' atau manusia-manusia yang tak memiliki kewarganegaraan.
Jika kamu baru tahu, mereka yang tak memiliki kewarganegaraan tak bisa bisa hidup seperti kebanyakan manusia lain yang memiliki kewarganegaraan. Mereka tidak memiliki identitas, yang artinya, mereka tidak bisa bersekolah, dan tak bisa mendapat pekerjaan yang layak.
Bahkan mereka tak bisa mengakses trasportasi umum yang membutuhkan identitas. Mereka hidup dalam keterbatasan dan harus berjuang sendiri dalam menghidupi keluarga mereka. Hal tersebut terus menjadi polemik berkepanjangan, mengingat jumlah mereka yang terus bertambah setiap tahunnya.
Menurut laman Channel News Asia, kawasan perairan tersebut setidaknya dihuni oleh 5000 orang. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai nelayan, tapi ada juga yang mendulang rezeki dari sampah limbah pemukiman.
Banyak kendala yang membuat mereka sampai dengan hari ini tetap tak memiliki status kewarganegaraan. Secara turun temurun, mereka hanya bisa bertahan hidup tanpa bisa mengakses kehidupan manusia modern pada umumnya.
Sepasang suami istri yakmi Amida dan Suhidin menjadi salah satu potret mereka yang mengalami kesulitan karena tak memiliki kewarganegaraan. Suhidin diketahui bekerja sebagai nelayan, yang hanya menghasilkan sekitar Rp 1 juta dalam sebulan.
Mereka kini yang bahkan sudah memiliki anak harus berjuang hari demi hari untuk memenuhi kebutuhan mereka. " Saya tidak ingin mereka (anak-anak) jadi pemulung. Saya ingin mereka pergi sekolah, dapat kerja di kota dan tinggal di rumah yang layak," kata Amida.
Amida bahkan memiliki cita-cita untuk menjadikan anaknya sebagai dokter. Tapi tentu dia sendiri tak memiliki bayangan bagaimana caranya bisa mengantar sang anak meraih pendidikan terbaik agar mendapat profesi tersebut.
Kabarnya, ada sebuah sekolah di sana yang menerima anak-anak yang tak memiliki kewarganegaraan tersebut. Namun kondisinya cukup memprihatinkan. Lantaran ratusan siswa hanya diajar oleh 2 orang guru. Hingga kini, persoalan mereka masih belum terselesaikan.
Wah kalau berkaca dengan kesulitan yang mereka alami, maka kita yang memiliki status kewarganegaraan jelas patut bersyukur ya. Kita bisa dengan mudah mengakses semua fasilitas mulai dari pendidikan, kesehatan, kemudahan finansial dan lain sebagainya.
Semoga mereka yang tak memiliki kewarganegaaran ini bisa segera mendapat solusi jelas, sehingga bisa mendapat status legal ya.